Tak perlu khawatir dengan isu susu formula yang mengandung bakteri. Kepala Badan POM Kustantinah mengatakan pihaknya telah meneliti sampel rutin susu formula mulai 2008 hingga Februari 2011, namun tidak menemukan sampel mengandung bakteri "enterobacter sakazakii". Pada Maret 2008 BPOM mengambil 96 sampel susu formula dari berbagai merek, kemudian pada 2009 sebanyak 11 sampel, 2010 sebanyak 99 sampel dan pada 2011 hingga Februari 18 sampel.
"Dari seluruh sampel itu tidak ada satupun yang mengandung enterobacter sakazakii," tegasnya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta masyarakat untuk tidak memercayai pesan singkat (SMS) atau BlackBerry Messenger (BBM) mengenai nama-nama susu formula yang mengandung bakteri.
"Percayailah sumber yang dapat dipercaya. Itu juga gak jelas sumbernya, harus dikroscek dulu dengan sumber yang dapat dipercaya," kata Ketua YLKI Husna Zahir ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
SMS/BBM itu menyebutkan bahwa dari keterangan salah satu peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB), beberapa merek susu ditemukan tercemar bakteri "Enterobacter Sakazakii" dan satu merek bubur bayi.
Kabar itu mulai beredar di telepon genggam masyarakat setelah konferensi pers bersama Menteri Kominfo, Menteri Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan IPB Kamis kemarin tidak menyebutkan merek-merek susu formula yang mengandung bakteri, seperti diharapkan masyarakat.
"Jadi (daftar susu ini) benar atau tidak? Jadinya, susu yang aman dikonsumsi yang mana?" tanya karyawan swasta, Puji Nurbaeti (32), yang memiliki seorang anak balita.
Husna menyebut SMS semacam itu kerap terjadi, namun masyarakat tak perlu menanggapinya. "Bahkan ada yang seringkali bawa-bawa nama YLKI, padahal kami tidak pernah membuat penelitian semacam itu," katanya.
Masyarakat diimbau untuk hanya memercayai hasil penelitian Badan POM yang sudah dipublikasikan."Itu yang bisa dipegang," kata Husna.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu Sedyaningsih, memastikan susu formula yang beredar di masyarakat aman untuk dikonsumsi.
"Semua susu formula yang beredar aman dikonsumsi. Tidak ada laporan yang masuk ada susu formula berbakteri," ujarnya ketika ditemui di sela-sela perayaan Imlek dan bakti sosial di Rumah Susun (Rusun) Sombo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat.
Ia juga mengaku tidak mengetahui hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menyebutkan bahwa sejumlah susu formula di pasaran mengandung bakteri "enterobacter sakazakii".
"Lebih lengkap datanya ada di IPB, tapi Kementerian Kesehatan dan Balai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pusat sudah menjamin aman untuk dikonsumsi," katanya.
Disinggung merek-merek yang dijadikan objek penelitian IPB itu, Menkes juga mengaku tidak tahu, karena selama penelitian April hingga Juni 2006 itu tidak ada laporan yang diterimanya.
Hanya saja, Menkes mengimbau kepada semua warga yang memiliki anak di bawah usia enam bulan agar tidak diberi susu formula merek apapun.
"Itu karena anak seusia setengah tahun lebih baik diberi air susu ibu (ASI). Kepada para orang tua manapun, bayinya di bawah enam bulan lebih baik diberi ASI, bukan susu formula," katanya.
Klarifikasi IPB Terkait Isu Susu Berbakteri
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, I Wayan Teguh Wibawan membantah pihaknya melakukan penelitian terhadap 22 produk susu formula yang diduga mengandung bakter Enterobacter Sakazakii. Yang benar adalah, IPB melakukan penelitian terhadap 22 sampel produk susu pada tahun 2003-2006.
Keterangan tersebut disampaikan I Wayan Teguh dalamn Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR-RI,Kamis (17/2/2011). Menurut Wayan, penelitian dilakukan oleh peneliti dokter hewan Sri Esthuningsih MSc terhadap 22 produk susu formula.
"Dalam undangan ini, penjelasan terkait penelitian IPB mengenai terhadap 22 produk susu formula. Bukan 22 produk tetapi 22 sampel. Jadi bukan berarti identik dengan pabrik, dengan brand, bukan tetapi sampel. Jadi mohon dipahami bahwa ini sampel," tegasnya, di Jakarta, Kamis (17/2/2011).
Penelitian tahun 2006 lah yang menurutnya menjadi perhatian publik. Karena kewajiban harus mempresentasikan hasil penelitiannya. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut oleh lembaga penelitian dan pengabdian IPB,dimuat di web milik IPB. Dan inilah yang kemudian bisa diakses oleh publik dan mendapat perhatian.
Dia juga menjelaskan berdasarkan kronologis penelitian IPB, ketertarikan dari dokter hewan Sri Esthuningsih MSc terhadap Enterobachter Sakazakii, sebenarnya telah dimulai pada 2003.
Pada waktu itu tujuan penelitian adalah menemukan Enterobacter, dan pada waktu itu juga ditemukan Enterobacter Sakazakii. "Demikian pula pada tahun 2004 kita menemukan juga Enterobacter Sakazaaki," ujarnya.
Menurutnya, penelitian tahun 2006 mendapat perhatian publik, karena pada saat itu yang bersangkutan mencoba untuk melihat, melakukan isolasi Enterobacter Sakazakii dari susu formula yang akan digunakan untuk studi berikutnya. Adapun studi tersebut yaitu studi untuk melihat seberapa jauh ini bisa menyebabkan kasus patologis pada bayi dengan mengambil modelnya tikus.
"Sebenarnya tujuan utamanya adalah melakukan isolasi, bukan surveilaces. Mohon ini dipahami bukan surveilance, kita hanya melakukan isolasi mendapatkan isolat dengan mengunakan mencit," tegasnya.
Sumber: ANTARANews.Com dan TribunNEWS.Com