AKU ADALAH ZAMAN
Karya : Zulhamdani, AS
Dengan demikian malam telah merah
ruh-ruh anjing menggonggong berkepanjangan
pesta ulat-ulat bangkai telah dimulai
orang-orang sakti mulutnya berkicau – murai
tangannya mulai memanjang
menggapai-gapai bulan terseok di sisi barat
tenggelamlah aku di antara juta-juta titik sinar
jadilah aku ruh abadi sebagai ;
duta jaman
duta mula
duta akhir
Dengan demikian malam telah merah
ruh-ruh anjing menggonggong berkepanjangan
manusia kanibal bermunculan
di lorong-lorong tebing
di gang-gang anak jalan
di hutan-hutan subur
di kota-kota
di desa-desa
di lautan luas
di udara tanpa batas,
bahkan di dalam tanah sekalipun
Matilah aku sebagai kehidupan
siang
malam
Mereka memulai kehidupan baru
menancapkan kuku-kukunya di beton bertulang
di tubuh-tubuh manusia sebagai mangsa tak berdaya
merobek-robek jiwa
meminum darah yang sudah hitam dan busuk
bagai mengucapkan selamat datang
lalu berkata :
“ Aku adalah zaman ”
Kemudian : angin, laut, bumi, bulan, dan matahari
melepaskan ruh-ruh yang bersayap
melintasi zaman ke zaman
tinggallah aku tak bersayap dan mematung
14 Februari 1994
-------------------------------
AKU DATANG BERNYANYI
Karya : Zulahmdani, AS
Bismillahirrahmanirrahiim
telapak terbasuh tiga kali
bersih
menjangkau langit
berbunga awan – awan
berakar keterbatasan
berdaun lepas
Mulut terbasuh tiga kali
bersih
melati
harum menusuk jiwa
lubang hidung terbasuh tiga kali
bersih
mencium wangi – wangian
yang ditebar malaikat
dalam pembaringan roh
Wajah terbasuh tiga kali
bersih
bening kedalaman danau
memancarkan sinar keberadaan
Tangan terbasuh tiga kali
bersih
Rahmat Allah SWT
Didapat dalam kewajaran dan jujur
Rambut kepala terbasuh tiga kali
bersih
tak terlihat kutu – kutu
mengikis habis dan merusak
cara berpikirnya
Daun telinga terbasuh tiga kali
bersih
pendengaran terbuka menerima suara dari langit
Kaki terbasuh tiga kali
bersih
pandangan tajam
langkah lurus
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Aku datang bernyanyi
Balikpapan, 1 April 1993
-------------------------
AL - WASI
Karya : Zulhamdani, AS
Bergetar seluruh tubuh
panas
dingin
daya lepas
pandangan abyad
ke dalam wahyu Allah
terdengar puisi agung
dibacakan suara tanpa wujud
Maka;
bumi rebah di pangkuannya
matahari menangis seraya bersujud
langit bernyanyi untuknya
malaikat tertunduk lutut
setanah jadi wujud bersamanya
bayang bertanduk berlari
ke perapian membakar diri
merobek hati
lalu tubuh suci itu bangkit
membuka selimut
tengadah ke langit
melihat Zillullah yang memanggilnya
Balikpapan, 08 Mei 1990
--------------------
BAYI-BAYI TAK BERWAJAH
Karya : Zulhamdani. AS
Ketika merah putih lelah berkibar
Nyanyian sang saka berhenti sepi
Kubur-kubur bertumbuhan ilalang,
nisan-nisan rebah kedatangan bulan berselendang
Ruh-ruh suci pahlawan,
menangis terpatung putih
Pecah di tanah tak bertuan
Tangisnya lenyap oleh kebiadaban jaman
Merah kain itu tidak lagi membara
Di masa jamannya,
darahlah yang membanjiri tanah pusaka
darah-darah saudaranya yang mengalir
darah-darah saudaranya yang membusuk
lalu mereka tertawa
diatas tulang belulang saudaranya
Putih kain itu tak lagi suci
seperti hati pahlawan
Bangsa ini kehilangan nuraninya
Kain putih itu bermandikan lumpur panas
Wajah-wajah pemimpin saling berhadapan
Di kepalanya tumbuh dua tanduk tajam
Mereka tak tahu malu bertelanjang bulat
memamerkan tubuhnya penuh dengan lumpur
Lalu mereka saling mencakar,
menggigit,
merobek dada lawannya,
melemparkannya di suatu senja
kemudian mereka bersetubuh dengan bangkai-bangkai itu
dan lahirlah bayi-bayi tak berwajah
Bertangan lima berjari satu
Berperut buncit tertawa lucu
Melambaikan tangan di suatu pagi
Duh Gusti
Ya Tuhan
Ya Allah
Kembalikanlah negeriku yang elok ini
Yang bermandikan jambrud khatulistiwa
Bangkitkanlah jiwa-jiwa pahlawan kami
Merasuk sukma
Pada generasi kelahiran baru
anak-anak kami
Biarlah mereka mencuci bersih
Sang Saka Merah Putih
Balikpapan, 14 Juli 2002
-----------------
BUAYA DAN SANG PEJABAT
Karya : Zulhamdani, AS
Bulan mandi di Sungai Karang Mumus
Menggosok daki setebal tumpukan sampah
yang bernyanyi di malam hari
Menebar aroma bau tak sedap sundal bolong membius
Meracun
Meninabobokan warga sebuah kampung besar
yang teramat kumuh dan jorok
Jamban-jamban Karang Mumus
Berpayung dengan kabut pagi
Bagaikan nenek-nenek peot sedang buang hajad
yang tidak ada kesudahannya
Seorang bocah mematung
menatap jauh ke dasar sungai
Lalu berkata :
“ Wahaiiii . . . sungaiku yang dulu indah
Kini airmu terasa seperti ludah
Keruh dan bau busuk
Kini airmu telah menenggelamkan masa depanku
Aku terpuruk
Terhimpit di gubuk reot
Alangkah bobroknya republik ini
Membiarkan aku hidup berenang di lumpur
Alangkah munafiknya mulut-mulut
bau sang penguasa
Berjanji
Menjanjikan
Mengumbar janji
Meninggalkan janji begitu saja
Sehingga liur dan ludahnya yang bau
telah membanjiri kotaku yang tercinta ini
Alangkah anehnya daerah yang kaya raya
penduduknya terlihat ;
Gembel, gombal, gambol,
compang, camping, cimpung,
congkak, cingkuk, cengkok,
Sombong, sumbing, sumbang,
bodok, budak, badik,
usang, asing, usung ”
Lalu sang bocah dengan sigap
melompat ke atas jamban
Dan berteriak dengan lantang ;
“ Oiiii . . . bapak-bapak pemimpin republik ini,
Aku butuh dibesarkan dengan taat beragama
Aku butuh dibesarkan dengan ketentraman
Aku butuh dibesarkan dengan keadilan
Aku butuh dibesarkan dengan dengan kemakmuran
Aku butuh dibesarkan dengan pendidikan
Aku butuh dibesarkan dengan kejujuran
Aku butuh dibesarkan dengan kasih sayang
Aku tidak butuh dengan korupsimu ”
Kemudian bocah itu terjun berenang
menikmati dinginnya Sungai Karang Mumus
Muncullah sang buaya jadi-jadian
yang sangat besar mengejarnya ;
“ Akulah pejabat yang menjadi buaya
Lihatlah taringku terbuat dari emas sumbangan
Lihatlah mataku tajam melihat kekayaan
Lihatlah perutku penuh dengan tanah kaplingan
Lihatlah kulitku tahan pukul dan kebal hukum
Lihatlah wajahku tak pernah malu-malu
Lihatlah ekorku selalu melilit orang-orang miskin
Aku akan mati secara perlahan-lahan
setelah kekayaan republik ini habis
tak tersisa lagi ”
“ Oiii…bocah sombong yang penuh daki
dan teramat miskin
Kamu adalah embrio penantang kesenanganku
akan kugigit dan kulumat dengan taring emasku
akan kujadikan investasi kamu di dalam perutku
Tamatlah riwayatmu untuk menjadi jagoan
Akulah jagoan
Akulah buaya besar yang menjadi pejabat besar
Akulah pejabat besar yang menjadi buaya besar
Akulah buaya dari segala buaya
Di masa orde baru dalam versi Mamanda ;
Minggu, 16 Agustus 1998
DAUN-DAUN MALAM
Karya : Zulhamdani, AS
dengan bijak menata embun
menegur angin
memanggil garempong
berkisah malam ke malam
minggu ke minggu
bulan ke bulan
tahun ke tahun
mengunjungi kemarau
mengunjungi olak di danau
menjangkau langit nila
tersangkut di cabang hati
memukul jantung
berenang di darah
tenggelam timbul dirasa
mengukir ombak
melukis angin
meniup langit
meracik sukma
memanah bulan
menuang air laut
dan melepuh disuatu ketika
Sanggar Bayu Asri
Balikpapan, 9 Februari 1990
-------------------
G E L A P
Karya : Zulhamdani, AS
Para ibu tidak lagi melahirkan bayi
rahimnya sudah tertutup rapat
kelahiran bayi membuat para ibu cemas
cemas akan melahirkan boneka
cemas akan melahirkan sebongkah batu
cemas dan cemas akan melahirkan ular
berkepala dua
Para ibu mendengar tangis bayinya
yang tercekal di dalam perut besarnya
Ibu, kau abaikan kami
kamilah yang akan menyuarakan kebenaran
kamilah manusia baru
tinggalkanlah manusia usang
lahirkanlah kami
lupakan mereka
kamilah sejarah baru
kamilah peradaban
kamilah jiwa bersayap
Bukalah rahimmu pelan – pelan
lemparkanlah kami ke tanah
dan kami akan bersegera menjelajah
Para ibu benar – benar melemparkan bayinya ke tanah
lalu dipungutnya dan dilemparkannya lagi yang lebih jauh
terjatuhlah di lumpur yang dalam
Para ibu mendengar tangis bayinya
yang berenang di lumpur
Kamilah jiwa yang bersayap tak dapat terbang
kamilah peradaban usang
kamilah sejarah lama
lupakanlah kami
kembalikanlah kami ke dalam rahimmu
tinggalkanlah manusia sangat usang
kamilah manusia baru dan usang
kamilah yang akan menyuarakan kebenaran dan ketidakbenaran
ibu kau abaikan kami
sayap kami patah tak mampu terbang
Wahai anakku, maafkanlah
kebenaran dan ketidakadilan
sudah menjadi kanker di dalam rahimku
perutku sakit tidak lagi mampu mengandungnya
Pandanganku transparan
kebenaran dan ketidakadilan
hanyalah merupakan drama hidup
hidup yang sesungguhnya tidak ada
kematian kitalah merupakan kehidupan
Selamat tinggal anakku
berjuanglah untuk mati
Balikpapan, 11 Januari 1993
------------------